h1.post-title, .post h1 #Blog1 h1, #Blog2 h1 { font-size:1.5em; }

ILMU OLAHRAGA

Kamis, 25 November 2010

PANDUAN ILMU MELATIH OLAHRAGA

KEPEMIMPINAN MELATIH
Kepemimpinan dalam suatu tim adalah penting dan vital agar tim itudapat berfungsi secara efektif. Tanpa seseorang yang dapat memberikan arahan kepada atlet dan mengkoordinasi para atlet, suatu tim akan sukar untuk mengkoordinasikan kegitan – kegiatan latihannya, menentukan tujuan – tujuan latihan, dan bagaimana tujuan – tujuan tersebut dapat dicapai se-efektif mungkin.
o Teori – teori Dasar Kepemimpinan
1. Bisaanya kalau kita bicara mengenai kepemimpinan, kita bicara mengenai ciri – ciri kepribadian (Individual charateristicd) seseorang. Banyak orang berpendapat bahwa ieaders are born atau pemimpin dilahirkan dengan sifat – sifat pembawaan dari lahir yang membuat mereka menjadi pemimpin. Misalnya sifat – sifat pembawaan seperti (a) penuh energi (energetic), (b) fisik yang baik, (c) suara yang meyakinkan, dan sifat – sifat kepribadian seperti (d) inteligen, agresif, dominant, dapat dipercaya, sehingga orang dengan sifat – sifat demikian seakan – akan selalu akan menjadi pemimpin, dan orang – orang lain menjadi pengikutnya.

2. Kepemimpinan sering pula didefinisikan dalam istilah – istilah fungsional. Seorang pemimpin sering kali kita personifikasikan sebagai orang yag mampu melakukanberbagaifungsi, yang serba bisa. Misalnya, pemimpin adalah orang yang pandai berorganisasi, dapat melakukan pengawasan terhadap bawahannya, dapat mempengaruhi dan memberikan tugas – tugas kepada orang – orang lain secara efektif.
3. Teori lain mengenai kepemimpinan didasarkan pada teori hubungan manusia (human relation), yaitu teori yang melibatkan hubungan individu dengan kelompok. Di sini pemimpin bisaanya dicitrakan sebagai individu yang (a) bersikap simpatik terhadap masalah – masalah pribadi bawahannya, (b) mendukung (support) para bawahannya secara emosional, dan (c) mendengar dan memberikan kesempatan para bawahannya untuk turut serta atau memberikan suara dalam proses pengambilan keputusan.
4. Seorang pemimpin bisaanya juga dicitrakan sebagai individu yang memiliki tingkat keterampilan yang tinggi dalam menangani tugas – tugasnya. Dia adalah orang yang dapat menyesuaikan diri dengan situasi khas yang dihadapi pada saat itu, atau yang dikatakan oleh Pate dan kawan – kawan (1984) “ … situationally specific”.
Seorang pemimpin yang efektif dalam suatu situasi tertentu belum tentu bisa efektif pula dalam situasi lain. Seorang pemimpin yang efektif dalam situasi tertentu haruslah fleksibel agar supaya bisa efektif pula dalam situasi lain.
Sukses dalam coaching dalam suatu cabang olahraga atau dalam suatu perkumpulan tidak menjamin sukses yanh sama dalam cabang olahraga lain atau perkumpulan lain.
Kita lihat bahwa keempat pendapat di atas menekankan pada aspek kepemimpinan yang berbeda. Stogdill mengatakan bahwa adanya kepemimpinan ditentukan oleh sedikitnya tiga kondisi sosial, yaitu (a) adanya suatu perkumpulan orag yang terdiri dari dua atau lebih orang, (b) adanya tugas yang sama, dan (c) adanya tanggung jawab yang berbeda. Atas dasar ketiga kondisi social tersebut Stogdill memberikan batasan bahwa kepemimpinan adalah “ …. The process of influencing the activities of an organized group in its efforts toward goal setting and goal achievement.” (Cox : 1985).
Di dalam literature ilmiah mengenai kepemimpinan, batasan yang sering dipakai adalah bahwa “seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu menanamkan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan anggota – anggota lain dalam kelompoknya.”
o Gaya – gaya Kepemimpinan
Dalam dunia olahraga dapat kita amati bahwa, meskipun banyak gaya kepemimpinan yang berbeda, banyak pelatih yang ternyata sukses dalam pembinaannya dengan gayanya mesing – masing. Ada pelatih – pelatih yang gayanya seolah – olah dingin dan tak peduli terhadap para atletnya, ada yang “hangat” dan penuh perhatian, ada pula yang kerasm yang lembek, dan sebagainya. Memang, agaknya setiap coach mempunyai gaya kepemimpinan masing – masing, dan sukses tidaknya kepemimpinannya tidak ditentukan oleh satu gaya tertentu saja.
Pada umumnya ada empat jenis gaya kepemimpinan yang standar dan yang dianut oleh para pelatih, yaitu :
a. Gaya authoritarian (otokratis, otoriter).
b. Gaya demokratis.
c. Gaya yang lebih memperhatikan anak buah/atlet (people centered).
d. Gaya yang lebih menekankan pada tugas (task-oriented).
(Cratty : 1973).
- Gaya authoritarian dan gaya demokratis
Bertahun – tahun lamanya para peneliti telah berusaha untuk menentukan gaya yang manakah yang lebih efektif, gaya authoritarian atau gaya demokratis.
Karakteristik pelatih dengan gaya authoritarian pada umumnya adalah :
a. Lebih banyak menggunakan gaya otoriter dalam pembinaan atlet.
b. Sifatnya “perintah”, dan menuntut agar perintah – perintahnya dipatuhi dan diselesaikan sesuai dengan kehendaknya.
c. Bertindak kurang “manusiawi” (impersonal) dan kurang acuh akan hubungan yang akrab dan hangat dengan atlet.
d. Menentukan sendiri tugas – tugas, dan bagaimana tugas – tugas itu harus dilaksanakan dan diselesaikan.
e. Menghukum atlet yang tidak menuruti perintahnya.
Pelatih – pelatih dengan gaya demokratis umumnya :
a. Lebih akarb dengan atlet.
b. Membuka kesempatan kepada para atlet untuk turut serta dalam menyusun program latihan, sedikitnya suaranya didengar.
c. Mengizinkan setiap atlet untuk saling berinteraksi tanpa harus meminta izin kepada pelatih.
d. Menerima usul-usul, sugesti-sugesti, saran – saran dari atlet dan para pembantunya.
e. Tidak banyak membrikan instruksi atau perintah.
Berbagai studi mengenai kepemimpinan berpendapat bahwa sebaiknya setiap pemimpin atau pelatih tidak selalu condong pada salah satu ekstrim. Sesuatu gaya kepemimpinan tertentu bisa dipakai dalam situasi yang berlainan. Banyak pelatih yang menerapkan kombinasi dari gaya otoriter dan gaya demokratis, tergantung dari tuntutan situasi dan kondisi pada saat itu. Hal ini disebabkan oleh karena kedua gaya kepemimpinan tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian (kelemahan) masing – masing.
Banyak coach yang menganut gaya authoritarian oleh karena :
a. Mereka percaya bahwa gaya ini adalah gaya yang terbaik dan berhasil.
b. Mereka adalah orang – orang yang senang memerintah dan mengontrol orang lain. Dan menurut mereka, olahraga adalah sarana yang baik untuk bisa menyalurkan kesenangan mereka itu. (Banyak cabang olahraga di Indonesia yang dipimpi oleh orang – orang demikian).
c. Mereka merasa bahwa kehadiran mereka dibutuhkan di dalam situasi kepemimpinan yang sering kali penuh stress dalam organisasi.
d. Banyak atlet yang mengharapkan sikap otoiter dari paltih, sehingga pelatih merasa harus memenuhi harapan atlet – atlet demikian.
Jadi mudah dimengerti bahwa gaya authoritarian bisa saja berkembang dalam olahraga.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya otoriter akan menguntungkan, bermanfaat , dan efektif dalam situasi – situasi sebagai berikut (Cartty : 1973).
a. Kalau kita mempunyai status dan/atau pengetahuan yang jauh lebih tinggi daripada yang dimiliki atlet.
b. Bila sangat dibutuhkan situasi serius, disiplin, action.
c. Bila tugas – tugas yang harus dijalankan oleh atlet sangat kompleks akan tetapi penting untuk peningkatan keterampilan mereka (misalnya latihan suatu system penyerangan yang rumit).
d. Bila atlit mersa kurang – percaya diri, bimbang, dan membutuhkan perlindungan dalam situasi – situasi yang mencekam (stressful).
Akan tetapi, ada pula beberapa kerugian/kelemahan dari gaya authoritarian ini. Banyak atlet yang kurang puas dengan gaya kepemimpinan demikian. Karena itu sikap moral mereka dengan demikian bisa menurun. Gaya kpemimpinan ini sering kali pula memberikab terlalu banyak tugas kepada atlet untuk diselesaikan. Dan hal ini bisaanya condong untuk menurunkan kualitas latihan. Kerugian lain adalah bahwa kita tidak akan pernanh memperoleh opini, pandangan atau saran dari atlet, oleh karena pada mereka sedikit banyak ada rasa takut kepada kita. Pada umumnya atlet – atlet yang “lemah” dan sangat perasa tidak senang akan gaya kepemimpinan demikian.
Gaya otokratis akan cocok kalau atlet yang kita hadapai adalah atlet – atlet pemula. Kita tidak bisa bergaya demokratis, misalnya dengan bertanya kepada mereka “Menurut kalian, bagaimana sebaiknya kita menyusun program latihan kita untuk tahun ini ?”, oleh karena mereka tidak akan dapat memberikan reaksi terhadap ajakan kita itu. Apalagi kalau yang kita bicarakan adalah “barang” baru atau pengetahuan yang baru bagi mereka.
Gaya emokratis juga mempunyai keuntungan – keuntungan dan kelemahan - kelemahannya. Para peneliti berkesimpulan bahwa keuntungan gaya ini antara lain adalah :
a. Setiap individu atlet harus diakui sebagai insani social (social being)
b. Setiap individu mempunyai tujuanm sasaran dan nilai – nilai yang memotivasi perilakunya, karena mereka merasa bukan diperlakukan sebagai seorang yang harus tunduk pada perintah – perintah pelatih.
c. Gaya kepemimpinan demokratis bisa meningkatkan persatuan dan kesatuan antar anggota tim. Dan interaksi antara atlet ini adalah penting bagi suksesnya tim.
d. Gaya demokratis dapat memberikan kepuasan bagi atlet.
e. Gaya demokratis memungkinkan perkembangan nilai – nilai pendidikan (educational values) dan moral secara efektif pada anggota tim, misalnya kejujuran, dedikasi, kesetiakawanan, esprit de corps, loyalitas, dan sebagainya.
f. Berkembangnya kemampuan penalaran mandiri (independent thinking); tidak selalu harus bergantung pada orang lain.
Akan tetapi gaya demokratis juga mempunyai kelemahan – kelemahannya, antara lain :
a. Kalau waktu yang tersedia untuk latihan terlampau singkat (mialnya kurang dari sebulan), maka gaya kepemimpinan demokratis bisaanya tidak efektif dalam memanfaatkan waktu latihan dengan sebaik-baiknya.
b. Dibandingkan dengan gaya otoriter, kepemimpinan demokratis kurang dapat menanamkan sifat – sifat agresif para atlet, suatu sifat yang sering dibutuhkan dalam banyak cabang olahraga. Demikian pula disiplin.
c. Gaya demokratis sering kali juga kurang efektif dalam situasi – situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat, apalagi dalam situasi stress yang tinggi.
Kesimpulan : dari uraian di atas dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa :
a. Kedua gaya kepemimpinan mempunyai keuntungan dan kelemahannya masing – masing.
b. Kebanyakan pemimpin atau pelatih tidak fanatic menganut atau berpegangan pada salah satu gaya tertentu saja. Mereka lebih condong untuk menerapkan keuntungan – keuntungan dari kedua gaya tersebut demi tercapainya tujuan serta peningkatan moral dan kemajuan tim. Hal ini berarti bahwa pelatih – pelatih yang sukses mungkin saja mengadopsi gaya kepemimpinan authorian selama latihan dan pertandingan, terutama kalau waktu latihan sangat pendek.
Akan tetapu sebaliknya, mereka menerapkan gaya demokratis dan humanistik pada masa tidak latihan secara intensif dalam off-season, atau selama masa – masa istirahat (relaxion breaks) dalam latihan.
c. Pelatih – pelatih yang sukses bisaanya menganut gaya kepemimpinan yang “fleksibel” yang memungkinkan mereka memainkan berbagai peran (sebagaimana seorang bintang film yang harus mampu memainkan berbagai peran kalau ia mau sukses dalam kariernya).

- Gaya people-centered dan task-oriented.
Mengenai kedua gaya kepemimpinan ini Cratty (1973) menjelaskan :
a. Gaya kepemimpinan people-centered adalah gaya yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan pribadi para atlet.
b. Sebaliknya gaya kepemimpinan task-oriented adalah gaya yang focus perhatiannya adalah lebih banyak pada memenangkan setiap pertandingan.
Beberapa studi mengenai kedua gaya kepemimpian ini berpendapatbahwa situasi yang khas yang berkembang pada saat itu menentukan gaya kepemimpinan yang mana sebaiknya dipakai. Meskipun masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam, para peneliti umumnya berpendapat bahwa cara task-oriented bisa diterapkan oelh pelatih apabila situasi (a) sangat menguntungkan (very favourable) atau (b) sangat tidak menguntungkan (extremely unfaourable) bagi tim pemimpin atau pelatih. (Pate dan kawan – kawan : 1984).
Contoh situasi yang sangat menguntungkan :
a. Pelatih mendapat dukungan penuh dari seluruh anggota kelompok atlet.
b. Tugas – tugas bagi atlet jelas, misalnya medali emas dalam Sea Games.
c. Pelatih/pemimpin mempunyai kekuatan penuh, misalnya dia diberi kepercayaan penuh oleh KONI atau pemerintah untuk menentukan pemain inti.
Contoh situasi yang sangat tidak menguntungkan :
a. Hubungan antara pelatih dan atlet buruk
b. Bagi atlet tugas-tugasnya tidakjelas.
c. Coach tidak mempunyai kekuasaan penuh (yang resmi).
Dalam hal ini, karena situasinya buruk, maka pelatih tidak bias lain kecuali menekankan pada tugas – tugas, agar tujuan latihan dan tim tercapai.
Para peneliti juga berpendapat, kalau situasinya hanya cukup menguntungkan (moderately favourable), maka kepemimpinan people atau person-centered akan lebiha efektif dibandingkan dengankepemimpinan task-oriented. (Pate dan kawan – kawan : 1984).
Misalnya (a) hubungan antara pemimpin dengan bawahannya kurang begitu baik, (b) tugas – tugas sudah tersusun akan tetapi tidak begitu jelas, (c) posisi kekuasaan pemimpin cukup kuat. Dalam hal ini maka pemimpin yang person-centered akan mencoba dan berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan hubungannya dengan bawahannya. Dalam situasi demikian, pemimpinyang task-oriented akan kurang efektif karena dia hanya akan menekankan pada task (tugas) dan kurang memperhatikan perbaikan atau peningkatan hubungan dengan bawahannya.
Oleh karena itu, nampaknya, kepemimpinan yang menekankan pada tugas dan yang menekankan pada atlet kedua-duanya bisa efektif, asal mereka berada dalam situasi yang sesuai.
Pemimpin yang people-centered akan lebih cocok dan lebih efektif dalam situasi yang tidak terlalu banyak mengundang kesulitan,yang tidak terlalu gawat (of medium difficulty). Sedangkan pemimpin yang task-oriented akan efektif dalam situasi yang sebaliknya, yaitu yang sangat tidak sukar.
Beberapa peneliti masih memperdebatkan masalah bahwa efektifitas maksimal hanya bias dicapaiapabila para pemimpin btul – betul acuh (concerned), baik terhadap tugas (task) maupun terhadap anak buah (people). Mereka lebih setuju kalau para pelatih lebih banyak task-oriented, menekankan pada tugas dan pada latihan. Akan tetapi apabila kesempatan untuk berinteraksi dengan atlet ada, mereka juga personcentered, memperhatikananak buah.
Pada mumnya, pelatih – pelatih yang terlalu athlete-centered, akan terlalu banyak ikut campur dalamkonflik antar atlet dan terlalu banyak menekankan padahubungan manusiasi (human relations), yang belum tentu akan menghasilkan moral yang tinggi pada atlet atau sukses tim.
Pelatih – pelatih yang terlalu task-oriented umumnya kuran acuh terhadap konflik antar atlet dan biasanya gagal untuk bias mengatasinya, dank arena itu tim akan menderita. Sering pula mereka memecat atau mencoret atlet karena mereka (pelatih) terlalu banyak mnekankanpada kemenangan.
Coach coach yang baik biasanya tidak terpaku pada satu gaya kepemimpinan tertentu saja. Meskipun demikian banyak orang berpendapatbahwa pelatih seharusnya lebih banyak memperhatikan kepentingan atlet (too athlete-oriented) dan kurang menekankan pada tugas.
Benarkah coach harus too athlete-oriented ? Mereka yang tidak setuju mengatakan bahwa kalau coach terlalu athlete-oriented (terlalu banyak memperhatikan kepentingan atlet), maka mungkin saja dia nanti akan lupa akan sasaran tim atau tujuan yang akan dicapai oleh tim. Kepentingan dan kebutuhan atlet tetap harus dia perhatikan akan tetapi tanpa melupakan atau tanpa kurang memperhatikan tujuan – tujuan tim.
Para pelatih terutama pelatih – pelatih tim nasional, yang hanya memperhatikan kebutuhan – kebutuhan atlet dan lupa akan tujuan – tujuan tim, sama saja tidak efektifnya dengan pelatih – pelatih “galak” yang hanya menekankan pada tugas atau latihan. Malah seringkali pelatih yang secara berlebihan memperhatikan kepentingan atlet adalah pelatih – pelatih yangsangat ingin agar dia selalu dibutuhkan oleh atlet, seperti yang dikatakan oleh Pate dan kawan – kawan. (1984) “ … they may be responding primarily to their need to be needed any may overlook the athlete’s”. Yang dimaksud dengan needs atau kebutuhan atlet adalah misalnya prestasinya.
Pelatih – pelatih demikian sebetulnya adalah pelatih – pelatih yang sel-centered, egoistis, berpandangan sempit (narrow-minded), dan haus kekuasaan (power hungry). Coach-coach demikian juga tidak sadar bahwa cara atau gayanya yang demikian tidaklah realitistik untuk penampilan tim secara efektif. Coach-coach yang haus kekuasaan dan yang menggunakan kekuasaannya untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhannya sendiri biasanya tidak akan dapat bertahan lama dalam karier coachingnya.
Keuntungan dan kelemahan kedua gaya kepemimpinan digambarkan oleh Cratty (1973) sebagai berikut :
Pemimpin yang task-oriented
Keuntungan Kelemahan
1. Lebih efisien, segala usaha ditunjukan kepada tugas yang harus dilaksanakan.
2. Tidak hanya membuang waktu untuk komunikasi pribadi dengan atlet dan antar atlet.
3. Pemberian instruksi yang cepat, tegas, dan langsung pada tugas yang harus dijalankan.
4. Efektif dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan bagi kepemimpinan, misalnya situasi yang membutuhkan kepemimpinan yang tegas, banyak atlet yang bandel, kurang disiplin, dan sebagainya. 1. Dapat menumbuhkan anxlex pada beberapa anggota tim.
2. Kurang acuh akan pemenuhan kebutuhan pribadi atlet.
3. Kurang efektif dalam situasi yang kurang menegangkan. Dalam situasi demikian para atlet biasanya bisa lebih bebas berinteraksi dibandingkan bilamana situasinya menegangkan.
4. Kekurang-serasian dalam hubungan kerja dengan bawahan atau para pembantu pelatih. Hal ini biasanya menimbulkan rasa tidak puas pada bawahan.





Pemimpin yang people-oriented
Keuntungan Kelemahan
1. Dapat mengurangi ketegangan dan anxiety meskipun tugas tidak dijalankan dengan baik atai kalah bertanding.
2. Bisa berkomunikasi lebih baik dengan atlet – atlet yang bimbang, gelisah,merasa tidak pasti.
3. Lebih efektif dalam situasi yang menguntungkan baginya, yaitu dimana para atlet membutuhkan bimbingan dalam membuat keputusan. 1. Kurang keras dalam menuntut kepada atlet untuk menunaikankan tugasnya dengan baik.
2. Kurang efektif dalam situasi yang sangat menegangkan.
3. Kurang dapat diterima oleh atlet – atlet yang senang kepada kepemimpinan task-oriented.

Pada gambar II.1 dapat kita lihat bahwa makin besar kekuasaan pemimpin dalam menentukan keputusan – keputusannya, makin kecil kebebasan para anggotanya : sebaiknya makin besar kebebasan para anggotanya dalam turut membuat keputusan, makin kecil dominasi pemimpin.




Authoritarian Demokratis
Otokratis Laissez faire
Orientasi pada tugas Orientasi pada anggota

Kekuasaan pemimpin yang semakin sempit

Pengaruh anggota yang semakin luas
Pemimpin tentukan dan perintahkan Pemimpin tentukan dan anjurkan agar keputusan – keputusannnya dilaksanakan Pemimpin tawarkan gagasan – gagasan tampung pertanyaan pertanyaan, diberi keputusan. Pemimpin tawarkan masalah, terbuka untuk usul – usul, lalu putuskan. Pemimpin batasi aktivitas dan anjurkan anggota untuk mengambil keputudsn. Pemimpin terima sem,ua usul dan keputusan anggota sampai batas – batas tertentu.


Teori Kepribadian. Setelah kita bicarakan gaya – gaya yumum kepemimpinan, selanjutnya akan diuraikan berbagai tipe kepribadian pelatih yang khas dan yang biasanya kita kenal dalam profesi kepelatihan olahraga.
Konsep mengenai kepribadian adalah begitu luas sehingga sukar untuk memberikan batasannya secara tepat. Secara sederhana, teorui mengenai kepribadian yang mungkin bisa diajukan disini adalah bahwa kepribadian seseorang biasanya dicerminkan oleh sifat – sifat, ciri – ciri perangai , kebiasaan - kebiasaannya yang khas yang membedakannya dengan kepribadian orang lain.
Cox (1985) mengatakan bahwa batasan kepribadian yang diajukan oleh Allport pada tahun 1937 masih cukup siknifikan. Menurut Allpon, kepribadian adalah “ …. the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustments to his environment”. Hollander pada tahun 1976 mengajukan batasan yang senada akan tetapi lebih sederhana, yaitu bahwa kepribadian adalah “ …. the sum total of an individual’s characteristic which make him anique”. (Cox : 1985). Gill (1986) juga mengatakan bahwa “Personality is the individual’s unique psychological makeup or …”, dan kemudian mengutip pendapat Lazarus dan Monat “…. the underlying, relatively stable, psycholiogical structures and processes that organize human experience and shape a person’s actions and reactions to the environment.
Batasan apapun yang diberikan oleh beberapa ahli lainnya, merekan umumnya mengatakan bahwa kepribadian seseorang adalah unik, khas. Setiap orang umumnya memiliki banyak sifat dan perangai. Akan tetapi hanya beberapa sifat saja yangt biasanya dominant, dan yang dominant ini biasanya yang diidentifikasi orang sebagai kepribadiannya. Seseorang yang senantiasa berubah agresif, misalnya selalu membantah, bertengkar mulut, mudah marah, mengajak orang lain berkelahi, dicap sebagai orang yang mempunyai ciri kepribadian agresif.
Kepribadian dapat mempengaruhi perlikau kita. Seorang pemanah yang mempertanyakan “Apakah saya akan bisa menembak dengan baik, apakah saya akan bisa terus konsentrasi selama pertandingan nanti”, dan seorang pemanah lain yang mengatakan “Saya yakin akan bisa menembak dengan baik, akan bisa mengatasi segala stress pertandingan”, mencerminkan kepribadian yang berbeda. Dan besar kemungkinannya pula bahwa prestasi mereka pada pertandingan yang akan dating juga akan berbeda oleh karena mereka mempunyai perasaan yang berbeda terhadap kemungkinan penampilan mereka pada pertandingan yang akan dating tersebut. Yang yakin biasanya akan lebih unggul daripada yang bimbang. Kita lihat di sini pula bahwa setiap atlet memberikan reaksi yang berbeda terhadap suatu situasi tertentu. Hal ini sesuai dengan batasan yang diberikan oleh Cattel, yaitu bahwa kepribadian adalah “… that which tells a man will do when placed in a given situation”. (Liewellyn dan Blucker : 1982).
Kepribadian dibentuk dan berkembang selama hidup kita. Perkembangan kepribadian selalu dinamis, tidak statis, karena itu tidak akan pernah berhenti. Perubahan – perubahan bisa terjadi selama hayat. Beberapa sifat, perangai, kebiasaan bisa saja mendominasi kepribadian kita pada usia muda, untuk kemudian hilang pada waktu kita dewasa. Berbagai faktor yang bisa menyebabkan perubahan – perubahan tersebut adalah misalnya faktor lingkungan, faktor – faktor fisik, mental, emosional, sosial, dan intelligensi.
Amatlah penting bagi pelatih untuk memiliki kepribadian yang “ ….. socially desirable and technically necessary for success in athletic coaching”.(Morre:1971). Mengapa ? Oleh karena kepribadian pelatih dapat berpengaruh pula terhadap tipe tim dan kepribadian tim yang dilatihnya, apakah timnya adalam tim yang bersemangat, ysng mudah menyerah, yang berjuang “sampai titik darah yang penghabisan”, yang santai, dan sebagainya.
Selain itu, kepribadian pelatih juga bisa ikut membentuk kepribadian atlet yang dilatihnya. Pelastih harus sadar bahwa dia bisa mempengaruhi perkembangan watak dan kepribadian atlet – atletnya, terutama atlet – atlet yang masih muda. Pengaruh ini bisa positif atau negative, bisa memperbaiki atau merusak. Danm pengaruh ibi bisa dibawa seumur hidup oleh atlet yang dipengaruhinya tersebut. Olah karena itu adalah teramat penting bahwa seroang coach mengenal kepribadiannya sendiri, kekuatan – kekuatannya, kelemahan – kelemahan, motif-motifnya, keinginan – keinginannya, dorongan – dorongan hatinya.
Memang tidak mudah untuk betul – betul obyektif terhadap diri sendiri. Orang condong untuk menolak mengakui kelemahan – kelemahan dan kekurangan – kekurangannya, sekalipun kepada dirinya sendiri. Orang condong untuk menolak mengakui kelemahan – kelemahannya dan kekurangan – kekurangannya, ekali pun kepada dirinya sendiri. Orang biasanya melihat dirinya. Pengertian (insight) mengenai masalah – masalah psikologis penting bagi seorang pelatih agar pendekatannya terhadap atletnya bisa semakin effektif.
Tipe kepribadian pelatih. Sosok pelatih telah dilukiskan oleh banyak orang dalam berbagai tipe. Ada yang dilukiskan sebagai seorang individu yang keras, tidak kenal kompromi ; ada yang dilukiskan sebagai seorang model, contoh dari orang yang sportif, pembimbing, pelindung bagi atlet – atletnya, ada pula yang digambarkan sebagai individu yang santai yang seolah – olah tidak mempedulikan anak asuhannya.
Kalau anda berkesempatan meneliti T.C. di Senayan, anda akan bisa menemukan variasi dari berbagai ragam tipe kepribadian pelatih kita, dari yang “galak” sampai yang lembut.
Beberapa penulsi buku dan peneliti telah mencoba untuk mengklasifikasikan berbagai tipe pelatih sesuai dengan perangai dan temperamen yang mereka pancarkan. Tutko dan Richards (1975), dua orang peneliti yang secafra ekstentif membahas tipe – tipe pelatih, mengatakan bahwa ada lima katgeori tipe kepribadian yang dominant, yaitu :
1. Authorityarian atau hard-nose coach : pelkatih yang otoriter.
2. Nice guy coach : pelatih yang baik hakti.
3. Intense atau driven coach : pelatih pemacu.
4. Easy-going coach : pelatih yang santai.
5. Busimess-like coach : pelatih tipe bisnis atau juga disebut the scientific coach.
Tutko dan Richards mengatakan bahwa jarang ada pelatih yang termasuk hanya pada satu kategori saja. Karena itu, seorang pelatih mungkin saja mempunyai beberapa kategori kepribadian di sampign satu kategori yang dominant. Kelima kategori atau klasifikasi di atas hanya menunjukkan kategori – kategori yang dominant dari kepribadian – kepribadian para pelatih. Keterangan mereka mengenai kelima tipe pelatih adalah sebagai berikut :
1. Pelatih yang otoriter (authoritarian coach).
Pelatih – pelatih tipe ini biasanya mudah kita kenal, sebagaimana kitra mudah mengenal orang – orang dengan tipe kuasa, yang energetic, yang selalu menuntut bawahannya untuk mengerjakan apa yang diinstruksikannya. Akan tetapi, meskipun demikian, pelatih yang demikian sering kali patut untuk dikagumi oleh karena beberapa faktor :
a. sukses yang diperolehnya dengan cara melatihnya.
b. kerja keras yang diperlihatkannya dalam menangani atletnya.
c. Atlet merasakan manfaatnya untuk dilatih oleh pelatih dengan tipe demikian.
Banyak prajurit juga sering menganggumi komandannya yang keras, galak, dan yang banyak menuntut disiplin, oleh karena merasakan manfaatnya bertugas di bawah komandonya.
Akan tetapi tipe pelatih demikian juga mempunyai keterbatasan.Perkiraan – perkiraannya dan strateginya tidak selamanya sempurna. Karena keras kepalanya, seringkali dia mengabaikan kemungkinan – kemungkinan pemecahan masalah yang bias dipecahkan secara rasional. Dia condong untuk lebih menggantungkan diri pada perasaan, bukan ;pada kajian analitis dari masalah. Kadang – kadang caranya tersebut memang bisa menghasilkan “magic”, keajaiban, sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin, akan tetapi tanpa ditunjang oleh dasar pemikiran yang logis dan analisis yang teliti dari situasi.
Pelatih otoriter sering dilukiskan sebagai orang yang sering memberi hukuman – hukuman. Atlet dihukum lari keliling,melakukan push-up, diberi latihan tambahan, pulang terakhir, atau hukuman – hukuman lainnya.
Tipe otokriter sering diterapkan oleh pelatih – pelatih pemula yang belum banyak berpengalaman dalam dunia melatih ; atau oleh pelatih – pelatih yang ingin dianggap oleh masyarakat sebagai pelatih yang keras, tegas, dan disiplin,sebagaimana ia harapkan orang lain menganggap dirinya.



Ciri – Ciri Kepibadiannya.
a. Berpegang teguh pada disiplin. Dia yakin bahwa sukses atau keberhasilan hanya dapat diraih melalui disiplin yang ketat dan pengorbanan. Di kamusnya tidak berlaku istilah santai dan istilah maaf bagi pemalas. Dia pacu atlet – atletnya, kadang – kadang tanpa belas kasihan, dan setiap atlet harus mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap latihan untuk mencapai prestasi yang tinggi.
b. Biasanya menerapkan system hukuman untuk memaksa atlet patuh pada peraturan, meskipun dirasakan pahit atau kkurang adil oleh atklet. Pelatih tidak peduli apakah karena caranya tersebut atlet merasa sakit hati atau sampai tidak mau olahraga lagi.
c. Ketat dalam rencana dan jadwal latihan. Karena itu pelatih menuntut dari atlet – atletnya untuk patuh pada setiap program yang telah ditetapkan oleh pelatih. Atlet yang terlambat, yang malas, yang santai, bisa disuruh pulang, tidak boleh ikut latihan, tidak boleh ikut pertandingan ke luar kota, mungkin juga sampai dikeluarkan dari tim. Jadi tidak ada toleransi atau keluwesan dari pelatih, baik di lapangan maupun di luar lapangan.
d. Bisa kejam dan sadis. Kerap kali juga memaki – maki. Kalau atlet gagal memenuhi harapan pelatih, dia bisa dimarahi atau dimaki oleh coach di depan anggota regu lainnya. Atlet yang merasakan manfaatnya memang bisa menerima amarah coach ini. Akan tetapi atlet – atlet yang mempunyai sifat yang lebih peka akan merasa sakit hati dan mungkin ke luar dari tim ; atau akan memperlihatkan reaksi yang agresif.
e. Biasanya dia bukanlah pribadi yang hangat, yang menyenangkan. Coach yang otoriter biasanya kurang dekat dengan atlet. Dia juga tidak suka untuk mengadakan hubungan pribadi yang terlalu dekat karena “takut” kalau atlet nanti akan mengambil keuntungan dari situasi demikian.
f. Dia seringkali menggunakan teknik ancaman untuk memotivasi para atletnya. Hal ini tidak lain karena dia ingin agar regunya dapat mencapai prestasi yang setinggi – tingginya. Dengan demikian diharapkan pula namanya bisa ikut harum.
g. Dia tidak senang mempunyai asisten – asisten yang mempunyai kepribadian yang sama dengan dia. Memang, biasanya kombinasi coach keras dan asisten keras akan menimbulkan bentrokan – bentrokan antar pelatih. Dia lebih senang kalau asisten – asistenya adalah orang – orang yang lemah dari dia.
h. Satu ciri yang baik dari pelatih tipe otoriter adalah bahwa dia adalah orang yang sangat terorganisir dengan baik. Jadwal latihannya terencana dengan baik, kegiatannya sangat padat dan jarang sekali ada waktu – waktu yang terbuang dalam latihan. Karena itu dia adalah pelatih yang sangat bersemangat dalam tugas melatihnya. Penting pula dicatat bahwa dia menghormati dan menghargai orang – orang yang bekerja atau berlatih dengan tekun dan bersemangat.
Keuntungan memiliki pelatih dengan tipe otoriter adalah :
a. Atlet dan tim yang dilatih mempunyai disiplin yang tingi sebagai cerminan dari pelatih yang mempunyai disiplin yang tinggi pulpa.
b. Timnya agresif, mempunyai semangat bersaing yang tinggi, penuh keyakinan dan semangat bertanding dlam setiap pertandingan meskipun kadang – kadang menjurus ke kasar.
c. Timnya terorganisir dengan baik, selalu berada dalam kondisi fisik yang baik, oleh karena menurut pendapat pelatih, kalau atlet – atlet kondisinya baik, maka mereka akan lebih siap untuk menerima tantangan – tantangan fisik maupun mental. Hal mana adalah benar.
Cratty (1973) menambahkan bahwa keuntungan lain adalah, bahwa atlet – atlet yang sangsi, bimbang, dan tidak yakin akan kemampuannya akan merasa lebih yakin dan terlindungi apabila berada dalam situasi yang menegangkan.
Kelemahannya adalah, mudah timbul perselisihhan dalam tim kalau penampilan dalam pertandingan sangat buruk dan tim menderita kalah yang terus menerus. Pelatih dan atlet sering menuduh sebagai penyebab kegagalan. Dan kalau kepercayaannya telah rusak, maka sukar untuk mempersatuan serta menumbuhkan entusiasme atau minat para anggotanya kembali.

2. Pelatih yang baik hati (nice guy coach)
Sebaliknya dari pelatih yang otoriter, pelatih baik hati adalah pelatih yang disenangi oleh atlet oleh karena sifatnya yang luwes dan sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan atlet. Dengan pelatih demikian atlet merasa tenang, relax. Berbeda dengan pelatih otoriter, kalau penampilan atlet dalam pertandingan tidak baik, atlet akan menerima nasihat – nasihat dan petunjuk – petunjuk yang taktis, bukan kecaman – kecaman. Masalah – masalah yang dihadapi oleh atlet ditangani secara efektif.

Ciri – ciri :
a. Senang memberi pujian.
b. Sangat luwes dalam membuat rencana latihan, meskipun kadang – kadang tidak jelas dan membingungkkan sehingga dapat menimbulkan kesangsian atlet terhadap kompetensinya sebagai pelatih.
c. Karena sering ragu – ragu mengenai metode atau system mana yang akan diterapkan, maka ia sering mencoba-coba beberapa alternativf metode atau system.

Keuntungan
a. Kekompakan tim baik. Hubungan antar atlet akrab dan saling membantu.
b. Tim kadang – kadang di luar dugaan bisa menghasilkan prestasi yang baik.
c. Meskipun kemenangan adalah penting bagi tim, akan tetapi pada umumnya mereka menganggap kalah atau menang bukan masalah yang perlu terlalu dirisaukkan atau dirayakan. Rasa sedih atau depressed setelah suatu kekalahan tidak berlangsung lama.
d. Karena kalau kalah tidak ada ancaman hukuman dari pelatih, maka pada waktu bertanding atlet tidak terlalu mengalami ketegangan.

Kelemahan :
a. Keluwesan dan keterbukaan pelatih terhadap saran – saran sering kali dianggap sebagai suatu kelemahan, apalagi kalau tim sedang mengalami kekalahan.
b. Kebaikan pelatih sering dimanfaatkan oleh atlet.
c. Atlet – atlet yang “lemah” atau malas tidak tertangani dengan baik.

3. Pelatih Pemacu. (Intense atau driven coach).
Pelatih dengan tipe ini adalah pelatih yang dalam beberapa hal mirip ciri – cirinya dengan pelatih otoriter. Dia juga seorang pelatih yang penuh semangat, agresif, menekankan pada disiplin dan pada hala – hal kekcil oleh karena keinginannya untuk memperoleh kesempurnaan dalam segala hal. Dia efektif dalam memberikan rangsangan, motivasi, dan semangat kepada para atletnya.
Bedanya dengan pelatih otoriter adalah bahwa dia tidak menerapkan system hukuman terhadap atlet yang kurang memenuhi tugasnya. Dia juga seorang yang emosional, sukar dapat mengendalikan emosinya, agak kurang tenang.
Ciri –ciri :
a. Senantiasa gelisah, merasa khawatir, selalu merasa bahwa ada hal – hal yang belum terselesaikan atau belum dikerjakan, dan yakin bahwa hal – hal yang akan bisa menjadi penyebab kekalahan dalam pertandingan nanti.
b. Selalu mendramatisasi situasi, membesar – besarkan suatu kejadian. Suka berteriak, menyerang wasit, menyampaikan pep-talk kepada atlet secara berapi-api.
c. Mempunyai pengetahuan dan informasi yang lengkap mengenai segala sesuatu tentang cabang olahraganya.
d. Ia memandang setiap kekalahan sebagai suatu malapetaka yang amat berat tanggungannya.

Keuntungan :
a. Para pemain selalu siap dan bersemangat dalam menghadapi pertandingan. Setiap pertandingan dinantikannya dengan penuh harap.
b. Para atlet memperklihatkan usaha maksimal dalam setiap pertandingan.

Kelemahan :
Condong untuk memandang rendah lawan.
Karena latihan yang terlalu keras, kemungkinan burn-out (kehabisan tenaga) bisa timbul sebelum musim pertandingan tiba.
Tuntutan pelatih kadang – kadang terlalu tinggi dan tidak realistic.
c. Tindakan – tindakan emosionla pelatih sering membuat malu para atletnya.

4. Pelatih yang Santai


Tidak ada komentar:

Posting Komentar